DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Wonderland, Dunia Kanak-kanan dalam Lukisan Genre Imajinasi Nusantara

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Pengantar Buku Kumpulan Lukisan

ORBITINDONESIA.COM - Tahun 2023. Dalam sebuah pagi musim semi di Wina, saya melangkah ke dalam Kunsthistorisches Museum.

Di salah satu dindingnya yang senyap, berdiri sebuah lukisan besar yang  memesona: Children’s Games karya Pieter Bruegel the Elder, dilukis pada tahun 1560.

Baca Juga: Inilah Respons Positif dan Negatif 100 Hari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka Hasil Riset LSI Denny JA

Lebih dari 230 anak memenuhi kanvas itu. Mereka bermain jungkat-jungkit, gasing, kuda-kudaan, gulat, bermain bayangan.

Tak satu pun orang dewasa hadir, seolah dunia anak-anak itu utuh dan otonom.

Bruegel—pelukis Renaisans dari Flanders—mengabadikan lebih dari 80 jenis permainan tradisional dalam satu komposisi penuh kegembiraan dan teka-teki.

Baca Juga: Riset LSI Denny JA: Gebrakan Prabowo Subianto, Antara Gagasan Besar dan Kesiapan Tata Kelola Pemerintahan

Namun yang membuat saya terdiam bukan hanya tekniknya yang kompleks, melainkan filosofi tersembunyi. Bahwa sejak kecil, manusia sudah memainkan peran hidupnya. Dunia anak-anak tak hanya riang—ia juga mencerminkan miniatur peradaban.

Saya sendiri telah melukis lebih dari 20 lukisan bertema dunia anak-anak, dengan bantuan AI. Sebagian karya itu telah dipamerkan di galeri Hotel Denz Premier, Mahakam, Jakarta.

Namun kunjungan ke Wina itu seperti membuka pintu baru: saya ingin memperluas dan memperdalam eksplorasi tentang imajinasi anak-anak.

Baca Juga: Riset LSI Denny JA: Publik Berharap Prabowo Subianto Jadi Bapak Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Ini bukan hanya sebagai nostalgia, tetapi sebagai cermin kehidupan, sebagai doa visual, sebagai refleksi spiritual.

-000-

Apa yang membuat imajinasi anak- anak istimewa?

Baca Juga: Tahlilan, Merajut Doa Bersama Anak Yatim di Markas LSI Denny JA

Lama saya merenungkannya. Saya acapkali terkesima, merasakan ajaibnya.

Lima hal ini yang saya rasakan, mengapa dunia anak- anak akan istimewa menjadi obyek lukisan.

1. Kejujuran Emosional

Baca Juga: Pengantar Buku Riset Internasional LSI Denny JA: Menentukan Kemajuan Negara Melalui Indeks Tata Kelola Pemerintahan

Anak-anak menangis dan tertawa tanpa topeng. Lukisan mereka menjadi oase kejujuran di tengah dunia dewasa yang penuh sandiwara.

2. Imaginasi yang Belum Terbatas

Mereka bisa naik kereta pelangi, menunggang ikan paus, berbicara dengan pohon. Imajinasi mereka belum dikurung oleh logika. Dan di sanalah seni bisa bernapas bebas.

Baca Juga: LSI Denny JA: Ada Lima Rapor Biru dan Dua Rapor Merah Selama Tujuh Bulan Prabowo–Gibran Memimpin

3. Renungan tentang Kehidupan

Anak-anak adalah masa lalu kita yang hidup di luar tubuh. Dengan melukis mereka, kita melukis memori, luka, dan harapan yang belum selesai.

4. Simbol Harapan dan Masa Depan

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mesiu dan Perang dari Ladang Minyak

Dalam dunia yang sering gelap, anak-anak adalah cahaya yang belum terpadamkan.

Setiap lukisan tentang mereka adalah perayaan kehidupan yang terus tumbuh.

5. Kontras dengan Dunia Dewasa

Baca Juga: Catatan Denny JA: Pertamina, dari Sumur Minyak Rakyat ke Rantai Global

Dunia anak penuh warna dan keajaiban—kontras dengan realitas dewasa yang kadang absurd. Justru dalam kontras itu, kita menemukan kritik dan kontemplasi yang halus.

-000-

Apa Itu Genre Lukisan Imajinasi Nusantara?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Pertamina di Simpang Jalan, Antara Aramco dan Petrobras

Genre Imajinasi Nusantara adalah bentuk seni visual yang saya rumuskan sejak 2023. Ia lahir dari hasrat untuk menyatukan identitas lokal Indonesia dengan gairah eksperimental seni modern.

Genre ini memiliki 3 unsur utama:

1. Batik sebagai Ikon Visual Nusantara

Baca Juga: Catatan Denny JA: Apakah Pertamina Bisa Selamat di Era Tanpa Minyak?

Semua tokoh dalam lukisan saya mengenakan batik dengan detail khas: parang, kawung, mega mendung, atau tenun ikat.

Ini bukan hiasan, melainkan pengakuan kultural.

2. Tubuh Manusia yang Realistis

Baca Juga: Taufan Hunneman: Denny JA Akan Membuat Banyak Perubahan di Pertamina Hulu Energi

Gaya tubuh dan wajah digambar secara realis. Wajah anak-anak Indonesia. Ekspresi yang benar. Mata yang hidup. Ini membuat lukisan terasa nyata dan menyentuh.

3. Lingkungan Surrealis

Alam dan latar bukanlah realitas biasa: kereta dari bambu berjalan di pelangi, paus yang membawa anak-anak ke negeri langit, toko mimpi yang menjual kenangan.

Baca Juga: Denny JA, Pertamina, dan Masa Depan Puisi Esai: Sebuah Refleksi Positif

Imajinasi Nusantara adalah seni yang berjalan di batas antara kenyataan dan mimpi.

Genre ini belum ada sebelumnya. Ia tidak sepenuhnya impresionis, tidak juga kubistik, bukan realisme sosial.

Ini genre baru: lokal dalam ikon, universal dalam jiwa, dan transenden dalam bahasa visual.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mantra Dunia Minyak, Ketahanan dan Kemandirian Energi

Dengan bantuan artificial intelligence (AI), saya telah melukis lebih dari 600 lukisan yang kini tersebar di galeri 8 hotel.

AI bukan pengganti kreativitas, melainkan kuas digital yang saya arahkan dengan visi manusia.

-000-

Baca Juga: Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi Denny JA: Kemandirian Energi adalah Keharusan

Buku ini memuat 50 lukisan dunia anak-anak dalam genre Imajinasi Nusantara. Setiap lukisan bukan sekadar gambar, melainkan puisi visual.

Lima di antara lukisan itu, dapat diuraikan.

1. Kereta Bambu di Pelangi

Baca Juga: Catatan Denny JA: Bangkitnya Negara Minyak Melawan Super Power Dunia

Dua anak dalam batik hijau dan merah duduk tenang di atas lokomotif bambu yang melaju di pelangi.

Di kejauhan, istana melayang di awan.

Ini lukisan tentang persahabatan dan keberanian menjelajah dunia baru.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Saya Menerima Jabatan Komisaris Utama PT Pertamina Hulu Energi?

2.    Menunggang Paus Menuju Awan

Empat anak dalam batik berlayar di atas paus biru bermotif. Awan membentuk wayang, huruf Jawa, dan dunia bawah laut.

Ini lukisan tentang rasa ingin tahu yang tak berbatas.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Donald Trump, Tarif 32 Persen dan Kisah Sepatu Cibaduyut

3. Malam Jamur Ajaib

Dua anak di hutan jamur. Bulan purnama menyaksikan mereka saling berbagi cahaya dari jamur berpendar.

Anak lelaki menyerahkan cahaya kepada gadis dalam hutan jamur ajaib. Ini simbol kepercayaan, imajinasi suci, dan persahabatan yang tumbuh di bawah sinar bulan.

Baca Juga: Orasi Denny JA: Ayah, Semoga Abu Jasadmu Sampai ke Pantai Indonesia

4. Toko Mimpi

Seorang nenek menjual mimpi dalam toples kaca di pasar malam. Anak-anak mengantri memilih: kupu-kupu, awan, bunga tidur.

Anak-anak mengantre di “Toko Mimpi”, memilih harapan dalam toples—simbol bahwa bahkan mimpi dapat dipilih, dan diwariskan, selama ada kasih dan imajinasi yang membimbingnya.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Matahari Terbit di Ladang Minyak, Transisi Energi dan Ketakutan Oligarki Lama

5.    Pohon yang Mendengarkan

Dua anak bersandar di pohon tua yang memiliki wajah dan telinga. Mereka berbisik, pohon tersenyum.

Ini simbol alam yang mendengarkan, tempat rahasia dan kesedihan kecil manusia dijaga dalam hening yang penuh kasih.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Petrodollar, Uang Kertas, Minyak, dan Tahta Amerika

-000-

Melukis dunia anak-anak adalah melukis sesuatu yang lebih besar dari anak itu sendiri.

Saya percaya, dalam dunia yang makin bising dan sinis, kita perlu kembali kepada sesuatu yang murni, yang jujur, yang percaya bahwa segalanya mungkin.

Dan tidak ada tempat yang lebih jujur dari imajinasi seorang anak.

Lebih jauh lagi, lukisan-lukisan ini bukan sekadar representasi visual. Ia juga  medium dialog antara masa lalu dan masa depan, antara jiwa anak-anak dan identitas kolektif bangsa.

Di tengah arus globalisasi yang seringkali mengikis akar budaya lokal, karya-karya Imajinasi Nusantara menjadi jembatan. Ia mempersatukan kembali akar tradisi dan inovasi kontemporer.

Melalui simbolisme batik yang kaya makna dan ekspresi anak yang universal, lukisan ini mengajak kita merenungi kembali. Warisan budaya dapat menjadi sumber kekuatan imajinasi sekaligus pondasi untuk bermimpi lebih besar dalam dunia yang terus berubah.

Dengan begitu, setiap goresan kuas bukan hanya estetika semata. Ia juga wujud nyata pelestarian dan pembaharuan identitas bangsa dalam bahasa visual yang transformatif.

Dalam lukisan-lukisan ini, saya tak hanya menggambar anak-anak. Saya menggambar diri kita yang pernah percaya pada keajaiban.***

Jakarta, 17 Juli 2025

REFERENSI

1. “The Poetics of Space”(Gaston Bachelard, 1958 Beacon Press, Boston)

2. “Symbolic Images: Studies in the Art of the Renaissance”(Erwin Panofsky, 1955, Harper & Row (USA)

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/19PiFad6qk/?mibextid=wwXIfr

Halaman:

Berita Terkait