DECEMBER 9, 2022
Humaniora

DePA-RI Kunjungi KBRI Beijing, Dorong Solusi Pernikahan Warga RI dan China Lewat Perantaraan Agen

image
Luthfi Yazid memimpin delegasi DePA-RI (Foto: ANTARA)

ORBITINDONESIA.COM - Setelah menenuhi undangan untuk menyampaikan presentasi di kampus China University of Political Science and Law (CUPL), Luthfi Yazid memimpin delegasi DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia) berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, 1 Juli 2025.

Delegasi Luthfi Yazid dengan didampingi rombongan yang berjumlah 13 orang, di antaranya Abdul Aziz Zein, Sugeng Aribowo, Ainuddin Abdul Hamid, Aulia Taswin, Muhammad Irana Yudiartika, Wahyu Ramdhani, Ajrina Fradella, Rita Ria Safitri dan lain-lain. 

Dari KBRI yang menerima diantaranya Nur Evi Rahmawati (Minister Counsellor), Irwansyah Mukhlis (Minister Counsellor, Political Affairs), Yudil Chatim (Education and Culture Attache). Kebetulan Duta Besar sedang menghadiri acara penting lainnya. 

Baca Juga: Luthfi Yazid di Teras Masjid

Delegasi DePA-RI disambut dengan ramah, serta mengadakan diskusi disertai tanya jawab tentang Male Order Bride yang cenderung meningkat dan menimbulkan persoalan. Male Order Bride adalah pernikahan antara orang Indonesia dengan orang China melalui perantaraan agen yang ada di Indonesia maupun agen yang ada di China. 

Terkait Male Order Bride, belum ada data dan jumlah yang pasti, akan tetapi kecenderungan Male Order Bride bermasalah meningkat. Pernikahan WNI dengan warga negara China “difasilitasi” oleh agen di kedua negara melalui iklan dan promosi yang menggiurkan.

Dalam promosi, misalnya, diinfokan bahwa calon suami yang WNA tersebut dikatakan seorang pengusaha, kaya, good looking, setia dan sebagainya. Persis seperti biro jodoh.

Baca Juga: Beijing Terbitkan 20.000 Pelat Nomor NEV untuk Rumah Tangga Tanpa Mobil

Setelah terjadi kesepakatan kemudian calon suami yang warga negara China tersebut membayar “mahar” kepada perempuan Indonesia melalui agen. Misalnya, membayar mahar Rp 100 juta atau Rp 300 juta. Akan tetapi uang yang sampai ke calon isteri hanya sebagian saja karena dipotong oleh agen. 

Dalam praktiknya di lapangan, setelah mereka menenuhi persyaratan administratif untuk menikah dan dilaksanakan pernikahan, tidak lama timbul permasalahan. Muncul kekecewaan. Terutama karena ternyata sang suami, misalnya, hanyalah penjual kelontongan yang sangat kecil (meski juga bisa disebut “pengusaha”). Atau suaminya pemalas dan pengangguran. 

Male Order Bride mirip dengan kawin kontrak, hanya saja Male Order Bride ini “dilegalisasi”. 

Baca Juga: Pameran di Beijing, China Soroti Kebudayaan dan Kehidupan Nyonya di Asia Tenggara

Kemudian juga ternyata di China mereka tinggal di pelosok desa. Ini tidak sesuai dengan harapan si perempuan saat di Indonesia. Akhirnya timbul percekcokan, dan akhirnya si perempuan minta cerai. Nah si suami keberatan karena sudah merasa membayar “mahar”. 

Halaman:

Berita Terkait