DECEMBER 9, 2022
Kolom

Perpecahan PWI: Peringatan Hari Pers Nasional 2025, Satu di Riau, Satunya Lagi di Kalimantan Selatan

image
Logo Persatuan Wartawan Indonesia atau PWI (Foto: ANTARA)

Oleh Rosadi Jamani*

Ada kawan jurnalis tengah malam tadi japri. "Pak Ros... tolong buat tulisan tentang Hari Pers Nasional 2025 yang terpecah dua. Satu di Kalsel dan satunye lagi di Riau. HPN mana yang diakui Pemerintah." Padahal saya ini bukan lagi kuli tinta. Baiklah, agar tak mengewakan para jurnalis, inilah kupasan saya terhadap dualisme PWI. 

Dualisme PWI telah melahirkan sesuatu yang luar biasa. Satu Hari Pers Nasional (HPN) tidak lagi cukup, maka lahirlah dua. Seperti anak kembar yang lahir dari perut konflik, satu di Riau, satu lagi di Kalimantan Selatan. Keduanya mengklaim sebagai yang paling sah, paling diakui, paling dicintai sejarah. Keduanya yakin bahwa Prabowo akan hadir. Masalahnya, Prabowo sendiri belum tahu mau hadir yang mana.

Baca Juga: Wilson Lalengke: Balada PWI dan KPK di Lingkaran Kekuasaan

Awalnya, Dewan Pers angkat tangan. Lalu turun tangan. Lalu, entah bagaimana, memilih mengadah tangan. Mediasi digelar. Menteri Hukum dan HAM turun gunung. Seorang juru damai bernama Supratman Andi Agtas muncul, mencoba mempertemukan dua kubu yang berseteru, Hendry CH Bangun dan Zulmansyah Sekedang.

Keduanya bertemu, bertatap muka, berbicara. Tidak ada jabat tangan yang dramatis, tidak ada pelukan persatuan seperti di film-film. Yang ada hanyalah satu kesepakatan, kita berdamai, tapi HPN tetap jalan masing-masing. Ini bukan rekonsiliasi. Ini adalah penggandaan.

Di Riau, semuanya sudah siap. "Kami yang sah! Kami yang resmi!" seru kubu Zulmansyah. Akomodasi? Beres. Tempat acara? Siap. Transportasi? Tinggal gas. Ini bukan sekadar perayaan, ini manifestasi supremasi. Tema mereka megah, "Pers Berintegritas Menuju Indonesia Emas."

Baca Juga: PWI Gelar Kongres Luar Biasa 18-19 Agustus 2024

Agenda mereka berat dan visioner. Forum Pemred, sarasehan nasional, seminar sustainability pasca-publisher rights. Dunia pers, dalam versi mereka, harus tetap maju, tetap gagah, tetap menjulang seperti monumen keadilan.

Di sisi lain, Kalimantan Selatan juga tidak mau kalah. "Kami yang asli! Kami yang diakui!" Panitia menyiapkan acara besar-besaran. Road to HPN sudah berlangsung di Jakarta, dengan seminar bertema "Peran Media dalam Pencegahan Pinjol dan Judol."

Berat. Mencekam. Ini bukan hanya tentang pers, ini tentang menyelamatkan bangsa dari belitan utang online dan perjudian digital. OJK dan Mabes Polri ikut bicara. Ini bukan perayaan, ini misi penyelamatan.

Baca Juga: Dewan Pers Larang PWI Gunakan Kantor Jl. Kebon Sirih Jakarta dan Selenggarakan Uji Kompetensi Wartawan

Di tengah semua ini, Kundori dari PWI Kalimantan Barat sudah ancang-ancang. "Kami berangkat lebih awal," katanya. Mereka akan menghadiri semua rangkaian acara di Banjarmasin, dari Summit Media, Anugerah Adinegoro, pameran pers, hingga aksi wartawan menanam pohon. Karena pers bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga daun-daun yang bergoyang diterpa angin kebebasan. Tak lupa ada penghargaan bergengsi, Pena Emas dan Pin Emas. Ini bukan sekadar logam, ini lambang kejayaan.

Halaman:

Berita Terkait