DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Pemerintah Libatkan Pendeta untuk Literasi Digital Anak Muda di Nusa Tenggara Timur

image
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid berfoto dengan perwakilan pemuka agama NTT usai berdiskusi tentang kolaborasi literasi digital generasi muda di Stasiun Bumi Satelit Republik Indonesia-1 (SATRIA-1) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 30 Oktober 2024. ANTARA/Livia Kristianti

ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) melibatkan pemuka agama yaitu para pendeta di Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk dapat terlibat aktif meliterasi jemaat-nya terkhusus generasi muda, untuk berinternet bijak sehingga konektivitas digital yang dihadirkan dapat digunakan secara positif.

Langkah melibatkat pendeta tersebut dinilai menjadi cara yang tepat, karena para pemuka agama tersebut memiliki pertemuan yang rutin dengan para jemaat-nya dan kerap dijadikan panutan untuk berbagai aktivitas.

"Yang paling banyak bertemu dengan generasi muda selain orang tua adalah para tokoh agama. Karena itu di sini kami berharap sekali kepada para pendeta, ibu-ibu yang hadir mewakili gereja-gereja dari berbagai gereja di NTT ini, tolong sampaikan kepada jemaat-nya bahwa ini (internet) kita gunakan untuk sebaik-baiknya manfaat," kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid di Kupang, Rabu, 30 Oktober 2024,

Baca Juga: Farhat Abbas Laporkan Pendeta Gilbert Lumoindang ke Polda Metro Jaya: Dugaan Penistaan Agama

Pemberian literasi digital untuk generasi muda di NTT penting mengingat banyaknya ancaman dampak negatif di ruang digital, khususnya yang terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau dikenal juga sebagai human trafficking.

Data Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemrov NTT) menunjukkan, terdapat 185 orang yang telah menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 2023.

Jumlah itu terdiri dari 39 perempuan, dan untuk laki-laki sebanyak 146. Dengan rincian untuk kategori laki-laki terbagi lagi dengan total 20 orang anak-anak dan 126 orang dewasa.

Baca Juga: Jaksa Interogasi Pendeta di Kasus Hadiah Tas Mewah untuk Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon Hee

Sementara itu BP3MI NTT sejak 2017-2022 mencatat dari total 2.689 kasus pekerja migran NTT, hanya 120 pekerja migran atau 4,46 persen yang berproses dan bekerja sesuai ketentuan yang berlaku.

Meutya mengatakan, salah satu medium yang seringkali menjadi celah terjadinya TPPO dari NTT ialah dari pengguna internet yang tidak mendapatkan literasi dengan baik untuk membedakan mana konten positif dan konten negatif.

"Ada yang mencari tenaga kerja dengan cara tidak legal di internet, kemudian banyak anak-anak kita yang tergoda, tidak tahu membedakan mana yang benar, mana yang hoaks di situ, sehingga akhirnya tertipu, masuk ke human trafficking, itu kita sedih sekali mendengarnya," kata Meutya.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Kunjungi Kantor Huria Kristen Batak Protestan, Pramono Anung Didoakan Para Pendeta

Oleh karena itu, literasi digital perlu diberikan pada generasi muda salah satunya melalui para tokoh agama yang biasanya memiliki pengaruh dan kerap diteladani sikapnya oleh para jemaat-nya.

Halaman:
1
2

Berita Terkait