DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Trend Asia dan Band Pontianak LAS! Gelar Konser di Ketapang, Menyoroti Krisis Iklim Kalimantan Barat​​​​​​​

image
Band Las! Asal Pontianak dalam program No Music on a Dead Planet, menggelar konser BabLAS Tour di Kabupaten Ketapang yang menyoroti isu krisis iklim di Kalbar (ANTARA/Rendra Oxtora)

ORBITINDONESIA.COM - Trend Asia bersama Music Declares Emergency dan band lokal Pontianak LAS! berkolaborasi dalam program No Music on a Dead Planet, menggelar konser BabLAS Tour di Kabupaten Ketapang yang menyoroti isu krisis iklim di Kalbar.

"No Music On A Dead Planet, yang terdiri dari seniman dan pekerja musik Indonesia, termasuk band Pontianak, LAS!, terus menggemakan isu iklim dan lingkungan melalui karya seni dan aksi nyata," kata Vocalis dan Lead Gitar LAS!', Bob Gloriaus, di Ketapang, Sabtu, 14 September 2024.

Ia menjelaskan, konser ini merupakan bagian dari kampanye global Music Declares Emergency yang mulai melibatkan Indonesia sebagai negara Asia pertama pada tahun 2023, di mana melalui berbagai kegiatan, mereka berkomitmen mengangkat pentingnya aksi melawan perubahan iklim.

Baca Juga: Ilmuwan Yunani: Perubahan Iklim Memperparah Kebakaran Hutan di Mediterania timur

Bob mengatakan, di dalam kolektif tersebut, terlibat sejumlah musisi papan atas seperti Efek Rumah Kaca, Barasuara, Voice of Baceprot, serta LAS!, band asal Pontianak yang dikenal dengan gaya musik alternatif bercampur sentuhan folk Dayak. LAS! aktif mengkampanyekan isu sosial dan lingkungan, dengan penonton setia di Kalimantan Barat sebagai basis dukungan mereka.

Menurutnya, Kalimantan Barat, salah satu wilayah dengan hutan tropis terbesar di Indonesia, menjadi contoh suram dari dampak industrialisasi yang menghancurkan lingkungan.

Menurut data 2023, Kalimantan Barat mencatat deforestasi terparah di Indonesia, dengan hutan tropisnya dibuka untuk perkebunan kayu, sawit, serta industri pertambangan seperti bauksit.

Baca Juga: Organisasi Meteorologi Dunia: Krisis iklim Ancam 118 Juta Warga Afrika Pada 2030 Jika Tindakan Tepat Tak Diambil

Yang ironis, meski dilakukan atas nama "transisi energi hijau", kerusakan lingkungan di wilayah ini justru semakin meningkat. Pada 2023, sekitar 28 ribu hektare hutan alami digunduli untuk dijadikan perkebunan kayu monokultur, yang kemudian digunakan sebagai bahan biomass co-firing di pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

Dampak kerusakan ini terus meluas, mengancam ekosistem dan keberlangsungan hidup masyarakat adat di wilayah tersebut.

Senada dengan Bob, Drumer LAS!, Diaz Miraz menambahkan, untuk menyuarakan bahaya perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, LAS! merencanakan tur konser di tiga kota di Kalimantan Barat pada 5-21 September 2024.

Baca Juga: Peran Diplomasi Indonesia dalam Mengatasi Perubahan Iklim Melalui International Sustainability Forum

Acara ini juga dirancang sebagai kunjungan terbuka bagi musisi dan media, dengan tujuan memberikan edukasi terkait perubahan iklim serta krisis lingkungan yang terjadi di Kalimantan Barat.

Selain konser, juga ada field trip ke lokasi-lokasi deforestasi dan kerusakan alam yang signifikan. Media dan musisi akan diperkenalkan kepada masyarakat adat yang terdampak oleh perusakan hutan, serta didampingi oleh Link-AR Borneo, organisasi advokasi lingkungan setempat.

"Diharapkan, kegiatan ini dapat memperkuat kesadaran publik mengenai pentingnya melawan krisis iklim," kata Diaz.

Baca Juga: Upaya Indonesia-Afrika Wujudkan Ketahanan Pangan di Tengah Perubahan Iklim Dunia

Di tempat yang sama, Juru Kampanye Energi, Trend Asia, Bayu Maulana Putra, mengatakan, lebih dari sekadar konser, LAS! dan kolektif No Music On A Dead Planet juga berupaya membangun kolaborasi dengan berbagai komunitas, mulai dari musisi, komunitas adat, media lokal, hingga kelompok buruh dan pekerja.

Mereka ingin memperkuat solidaritas dalam perjuangan melawan krisis iklim. Kolaborasi ini diharapkan terus berlanjut, bahkan di luar rangkaian acara, untuk mendukung aksi iklim yang lebih luas di masa mendatang.***

Sumber: Antara

Berita Terkait