China Ajak Indonesia Sama-sama Dukung Negara Afrika Sebagai Mitra dalam Global South
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 05 September 2024 04:28 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah China mengajak Indonesia agar dapat bersama-sama mendukung negara-negara Afrika sebagai mitra dalam "Global South".
"China siap meningkatkan kerja sama dengan Indonesia untuk bersama-sama mendukung negara-negara Afrika dan mitra 'Global South' lainnya dalam mencapai pembangunan dan kesejahteraan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China pada Rabu, 5 September 2024.
Hal itu disampaikan terkait dengan pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi FOCAC (Forum on China-Africa Cooperation) 2024 yang akan berlangsung pada 4-6 September 2024 di Beijing yang akan mempertemukan China dan 53 negara Afrika serta Komisi Uni Afrika.
Baca Juga: Delegasi Negara-negara Afrika Ikuti Pembukaan Forum Indonesia-Afrika 2024 di Badung Bali
Sebelumnya Indonesia juga menjadi tuan rumah Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 di Bali pada 1-3 September 2024 sebagai sarana untuk menyerukan soliditas "Global South" selaku penggerak perubahan.
"China dan Indonesia sama-sama merupakan negara berkembang utama dan anggota penting 'Global South'," tambah Mao Ning.
"Global South" sendiri merujuk pada negara-negara di wilayah Asia, Amerika Selatan, Afrika, dan Oseania yang masih berkembang atau malah berpenghasilan rendah dan sering kali terpinggirkan secara politik atau budaya. Penggunaan frasa "Global South" menandai pergeseran dari fokus utama pada perbedaan budaya ke arah penekanan hubungan kekuasaan geopolitik.
"Dalam menjalankan kerja sama dengan Afrika, China berkomitmen pada prinsip ketulusan, hasil nyata, persahabata, itikad baik, serta pendekatan melalui persahabatan dan satu kepentingan," ungkap Mao Ning.
China dan Afrika, kata Mao Ning telah secara aktif melaksanakan hasil FOCAC.
"Upaya tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan bersama China dan negara-negara Afrika serta memberikan manfaat nyata bagi kedua bangsa," tambah Mao Ning.
Baca Juga: Tanzania Desak Indonesia Tingkatkan Keterlibatan Dalam Upaya Industrialisasi Afrika
Hal tersebut telah meletakkan dasar yang kokoh bagi pembangunan komunitas China-Afrika tingkat tinggi dengan masa depan bersama.
FOCAC (Forum on China-Africa Cooperation) adalah forum kerja sama resmi antara China, 53 negara di benua Afrika (kecuali Eswatini) dan Komisi Uni Eropa.
Organisasi tersebut pertama kali dibentuk pada 2000 di Beijing dan mengadakan konferensi tingkat tinggi (KTT) di level kepala negara/pemerintahan setiap tiga tahun sekali.
Baca Juga: Siti Nugraha Mauludiah: Indonesia Tegaskan Komitmen Kolaborasi Pembangunan Dengan Afrika
Pada 2024, KTT FOCAC berlangsung di Beijing, China pada 4-6 September dengan tema "Bergandengan Tangan untuk Memajukan Modernisasi dan Membangun Komunitas China-Afrika Tingkat Tinggi dengan Masa Depan Bersama."
Pemerintah China menyebut, sejak FOCAC berdiri, perusahaan-perusahaan China telah membantu negara-negara Afrika untuk membangun atau meningkatkan lebih dari 10.000 km rel kereta api, 100.000 km jalan raya, 1.000 jembatan, dan hampir 100 pelabuhan. Selain itu teknologi di bidang pertanian dari China disebut berhasil meningkatkan hasil panen lokal rata-rata 30-60 persen.
Sedangkan berdasarkan data Kementerian Perdagangan China dari Desember 2021 - Juli 2024, impor China dari Afrika mencapai 305,9 miliar dolar AS. China juga sudah menjadi mitra dagang utama Afrika selama 15 tahun berturut-turut.
Baca Juga: Wapres Zimbabwe, Mohadi: Forum Indonesia-Afrika ke-2 Dorong Peningkatan Kerja Sama Pertambangan
Sementara Forum Indonesia-Afrika yang ke-2 (Indonesia-Africa Forum atau IAF) adalah forum kerja sama yang pertama kali diselenggarakan pada 2018 antara Indonesia dengan beberapa negara Afrika dengan semangat awal untuk mengembalikan "Semangat Bandung" seperti dalam Konferensi Asia-Afrika 1955.
Dalam IAF ke-2 pada 1-3 September 2024 di Bali dengan tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", hadir enam kepala negara/pemerintahan dari Rwanda, Liberia, Ghana, Eswatini, Zanzibar dan Zimbabwe namun secara total ada 1.400 peserta dari 29 delegasi negara.
Dalam IAF ke-2 tersebut, juga tercapai kesepakatan bisnis di sektor industri strategis, sembilan sektor bisnis kesehatan, dan enam sektor bisnis energi baru terbarukan (EBT), dengan nilai total mencapai lebih dari 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp54,4 triliun).
Pemerintah Indonesia meyakini IAF penting sebagai sarana untuk menyerukan soliditas "Global South" sebagai penggerak perubahan.***