DECEMBER 9, 2022
Kolom

Syaefudin Simon: Lukisan Denny JA dan Tragedi Terbesar Dunia Abad 21 di Mahakam 24

image
Lukisan Denny JA (Foto: Syaefudin Simon)

Oleh Syaefudin Simon*

ORBITINDONESIA.COM - Denny JA "membawa" tragedi terbesar dunia abad 21 untuk selamanya di Jakarta? What? 

Lihat. Ribuan pesawat  penumpang  jumbo parkir di bandara internasional dunia. Langit pun sepi. Tak ada deru pesawat terbang yang lewat di angkasa. Hari raya dan tahun baru, manusia  hanya  tinggal di rumah. Keluar rumah terlarang di seluruh dunia.

Baca Juga: Elza Peldi Taher: Denny JA, Penulis Lari Cepat 100 Meter

Seorang Jenderal dari Jerman berkata, manusia bisa meledakkan nuklir. Tapi kini manusia dikepung makhluk invisible, namun lebih mengerikan dari ledakan nuklir.

Terlihat setan yang menakutkan terbang di langit diiringi monster-monster kejam yang siap membunuh manusia. Jutaan manusia merintih kesakitan dan putus asa. Rumah sakit di dunia  tak sanggup menampung pasien yang datang untuk menyelamatkan hidupnya.

Sungguh mengerikan! Aku merinding, ingat masa-masa yang kritis dalam hidupku, antara hidup dan mati, saat melihat lukisan-lukisan tragedi pandemi Covid-19 di lantai dua hotel Mahakam 24 Residence, Blok M, Jakarta. 

Baca Juga: Memenangkan Pilpres 5 Kali Beruntun: Pengantar Denny JA di Buku Transkripsi 100 Video Ekspresi Data

Betapa tidak, saat itu Juni 2021, aku, istri, dan keempat anakku, semuanya terkena gigitan virus Covid-19. Aku yang paling parah. Seluruh tubuhku seperti dicincang. Sakit sekali. Aku pasrah. Saat itu aku mengaduh --  "Tuhan, aku sudah siap jika Engkau ambil nyawaku, dari pada sakit luar biasa diterkam virus corona."

Gambaran seperti itulah yang terbayang dalam benakku ketika menyaksikan puluhan lukisan Denny JA (DJA) yang berada di lantai dua hotel Mahakam. Dengan bantuan AI (artificial  intelligence), DJA  berhasil "membetot kenangan" munculnya  tragedi terbesar abad 21, pandemi Covid-19, yang membunuh ratusan ribu --bahkan jutaan manusia -- di seluruh dunia. 

Dan uniknya, pameran lukisan AI tersebut, berlangsung selamanya di hotel Mahakam, sepanjang dunia belum kiamat. Lo? Ya iyalah, karena hotel tempat pameran aneka lukisan AI DJA itu milik sang pelukis sendiri.

Baca Juga: Melawan Diskriminasi dengan Puisi: Kata Pengantar Denny JA untuk Kumpulan Puisi Anti Diskriminasi dan Pro Toleransi

Pinjam kata-kata manager hotel Mahakam Firman Firdaus, "Kami ingin memulai tradisi baru. Hotel kami menjadi galeri permanen satu genre lukisan saja. Yaitu genre lukisan artificial intelligence."

Memang. Kondisi Indonesia, saat pandemi Covid-19 menerjang, sungguh mencemaskan. Apalagi ketika batas ambang psikologis -- jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 1 juta kasus -- terlampaui pada Selasa,  26 Januari 2021.

Kondisi tersebut bertambah parah, mana kala daya tampung rumah-rumah sakit di seluruh Indonesia sudah melewati ambang kritis. Di atas 75 persen. Beberapa rumah sakit rujukan seperti RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Sulianti Saroso termasuk tempat perawatan dan isolasi di Wisma Atlet Jakarta, tingkat huniannya sudah di atas 80 persen. Kondisi tersebut masuk kategori darurat.

Baca Juga: Denny JA, Fernando Botero, dan Lukisan Artificial Intelligence di Mahakam 24 Residence Jakarta

Yang memprihatinkan, dalam kondisi di atas, rerata positivity rate Covid-19 di Indonesia di atas 20 persen. Bahkan pada 10 Januari 2021, positivity rate menyentuh 30,4 persen.

Itu artinya, positivity rate atau laju orang-orang Indonesia yang terdeteksi positif terpapar Covid-29, sudah enam kali lipat lebih dari standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Ini sangat berbahaya. Karena tiap tiga orang yang dites, satu di antaranya positif. 

Dengan angka kasus positif satu juta, lalu positivity rate 25-30 persen, menurut ahli epidemologi dari Griffith University, Australia Dr. Dicky Budiman -- berarti terlalu banyak kasus positif di masyarakat yang tidak terdeteksi. Hal ini menambah beban luar biasa pada fasilitas kesehatan.

Baca Juga: Lukisan Artificial Intelligence Karya Denny JA tentang Pilpres Sampai Spiritualitas Dipamerkan di Mahakam 24 Residence

Dengan melihat positivity rate yang tinggi, penyebaran Covid-19 yang luas di seluruh provinsi dan kabupaten seluruh Indonesia, menurut perhitungan Dicky, jumlah real kasus positif sesungguhnya mencapai tiga kali lipat dari angka yang tercatat di Satgas Covid-19 Nasional. 

Saat itu, Januari 2021, jumlah kasus positif di Indonesia sudah melebihi separuh jumlah total kasus positif di ASEAN. Ketua  Satgas Covid-19 Nasional, Doni Monardo mengingatkan, jika masyarakat abai terhadap fenomena penyebaran Covid-19 yang dahsyat, mereka sesungguhnya sedang menggali kuburnya sendiri.

DJA dalam lukisan AI-nya menyorot keterlambatan pemerintah menangani pandemi. Bayangkan, Presiden Jokowi baru mengumumkan kasus infeksi virus corona pertama di Indonesia pada awal Maret 2020. Padahal menurut WHO, realitasnya kasus positif di Indonesia sudah ada sebelum akhir 2019. Hanya saja pemerintah terlambat mendeteksinya. 

Baca Juga: Denny JA dan Lahirnya Angkatan Puisi Esai

Pemerintah Indonesia, kritik WHO, menyembunyikan fakta tersebut. Dampaknya, begitu Jokowi mengumumkan kasus infeksi pertama 2 Maret 2020, publik pun ribut. Masyarakat dan pemerintah saling menyalahkan. Kenapa terlambat mengantisipasi kedatangan pandemi virus corona?

Semua gambaran keributan, keanehan, dan kengerian masyarakat Indonesia serta kedodoran pemerintah dalam mengatasi pandemi corona, tergambar dalam lukisan AI DJA. Terlihat wajah Jokowi di lukisan begitu muram saat mengumumkan kasus infeksi corona pertama di Indonesia.

Secara ironis, DJA juga melukis masjid dan tempat ibadah agama  lain yang kosong, dengan narasi nyinyir -- manusia lebih takut pada corona ketimbang Tuhan.

Baca Juga: Melintasi Batas: Lukisan AI Denny JA dan Era Baru Seni Lukis Indonesia

Ya, betul manusia saat itu lebih takut corona dari pada Tuhan. DJA juga mengolok-olok kaum agamis yang tidak rasional, dengan lukisan para ilmuwan yang tengah  bekerja keras di laboratorium membuat vaksin. Narasinya di lukisan laboratorium itu: Manusialah yang berhasil mengatasi pandemi dengan ilmu pengetahuan. Bukan agama. 

Bravo DJA. ***

*Syaefudin Simon ialah kolumnis

Berita Terkait