Bedah Buku Serumpun Pantun Melayu: Pantun, Benteng Literasi Budi Pekerti
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 01 Februari 2024 04:17 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Lembaga ATL (AsosiasiTradisi Lisan) Sumatra Utara pada program awalnya mengadakan kegiatan bedah buku “Serumpun Pantun Melayu” yang ditulis ulang oleh Dr. Shafwan Hadi Umry.
Dalam buku yang berisikan 3.500 pantun Melayu itu ,Shafwan memaparkan awal sejarah pantun Melayu pada abad 14 dan tersebar di wilayah Nusantara ( Sumatra, Malaysia, Brunei, Singapura ,Filipina dan Thailand Selatan).
Pantun sebagai seni bertutur orang Melayu bukan saja dipercakapkan di kalangan rakyat sebagai alat berkomunikasi, tetapi juga dipakai dalam ragam kerukunan dan kesantunan bahasa di kalangan Kesultanan Melayu.
Baca Juga: Penyair asal Bekasi, Raden Mono Wangsa Raih Juara Baca Puisi Nasional Piala Paman Birin 2
Sultan Banten Raden Patah pernah berkirim surat kepada Sultan Melaka ketika abad 1511 M Portugis meruntuhkan kekuasaan Raja Melaka: Kalau roboh Kota Melaka/ Papan Jawa saya dirikan/ Kalau sudah begitu dikata/ Badan dan nyawa menanggungkan.
Acara bedah buku itu dihadiri para dosen dan pemerhati pantun. Di antaranya: Prof.Tengku Silvana Sinar, Prof. Robert Sibarani yang juga ketua ATL Sumut, Prof Ichwan Azhari (Ketua Pusat Kajian Sejarah Unimed), Dr. Yessi Octavianna dan Dr. Hiace Vega Fernandus, Dr. Charles Butar-butar, Dr. Charles Silalahi, Dr. Efri Elias Simatupang.
Juga, Dosen Universitas Methodis, Dr.Martina Silaban (Univ.Darma Agung), Dr. Dahlena Sari Marbun (UISU), Dr. Yusni Khairul Amri (UMSU), Drs. Nelson Lumbantoruan,M.Hum (UPT Pariwisata Humbang Hasudutan), serta mahasiswa dan peminat pantun Melayu.
Baca Juga: Puisi Prof. Dr. I Ketut Surajaya: Netral yang Semu
Dalam makalah singkat yang bertajuk "Pantun Melayu Dalam Panggung UNESCO (Kearifan Lokal dan Kesantunan Tekstual)," Shafwan yang juga anggota ATL Sumut itu menyimpulkan bahwa pantun yang telah diakui Badan Dunia UNESCO (17 Desember 2020) sebagai warisan dunia takbenda dapat juga merupakan "benteng literasi Melayu" yang menyimpan sejumlah pesan kearifan.
Pesan tekstual dalam bentuk ‘akal dan basa’ atau ‘rasio dan rasa ‘ tentang pesan kemanusiaan, kealaman dan ketuhanan dalan memelihara karakter manusia yang baik dan bijaksana.
Kekuatan berita pikiran dalam pantun yang tersimpan dalam sampiran selalu dipagari dengan budi bahasa dalam isi pantun.Seperti ungkapan Melayu “Lubuk Akal Tepian Budi”.
Baca Juga: Puisi Prof. Dr. I Ketut Surajaya: Hukum Kaya Tafsir
Acara bedah buku (29 Januari 2024 di Restoran Café Kaldera Toba Jl.Ayahanda Medan) itu juga menghasilkan sejumlah usul, agar pantun dapat dijadikan iklan wisata untuk mengundang wisatawan dalam negeri dan manca negara (terutama negara tetangga ASEAN), untuk datang menyaksikan sejumlah pertunjukan tradisi budaya di kawasan Danau Toba.
Program ini menjadi salah satu program ATL bekerjasama dengan Kaldera Danau Toba.(Tuah Esha). ***