Bencana Kekeringan NTT, dan Menggalang Persatuan Jelang Pilpres 2024
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 15 Oktober 2023 15:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Panasnya suhu politik jelang pilpres 2024 kian terasa di berbagai kota besar khususnya basis pemilih parpol di pulau jawa. Keadaan itu berbeda dengan di NTT (Nusa Tenggara Timur), yang saat ini sedang alami bencana kekeringan akibat kemarau yang berkepanjangan.
Hal di atas menunjukan dua situasi yang berbeda. Di satu sisi kubu capres sedang berjuang bagaimana meraih suara mayoritas menuju kekuasaan, di sisi lain warga NTT sedang berjuang demi mempertahankan hidupnya ditengah ancaman kemarau panjang.
Situasi kekeringan di NTT sangat mengkhawatirkan, terutama di daerah seperti Sikka, mendorong warganya harus mengorek batang pisang untuk mendapatkan air minum.
Baca Juga: Saiful Huda Ems: Kepada Mandor Demokrasi yang Lupa Diri
Keadaan itu menunjukkan betapa parahnya masalah ini. Harga beras yang meningkat juga memperburuk situasi bagi masyarakat yang sudah menghadapi paceklik.
Meskipun bencana ini telah menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia, namun penting bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkrit guna mengatasi kekeringan dan membantu masyarakat yang terdampak.
Penetapan status siaga darurat adalah langkah awal, tetapi penanganan yang lebih maksimal harus segera dilakukan pemerintah, atau kelompok lembaga masyarakat lainnya.
Sangat disayangkan warga Dusun Klotong di Desa Bura Bekor, Kabupaten Sikka, NTT, harus sampai pada titik di mana mereka tidak memiliki pilihan selain meminum air dari batang pisang. Ini merupakan bukti akutnya masalah kekeringan di daerah tersebut sangat serius.
Warga tersebut terpaksa harus mengambil air dari batang pisang karena tidak mampu membeli air bersih dari tangki, yang harganya sangat tinggi, mencapai Rp 500 ribu per tangki. Sehingga membuat air bersih menjadi barang mewah.
Kondisi itu menunjukkan urgensi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat di daerah tersebut dan mencari solusi jangka panjang untuk masalah akses air bersih yang lebih terjangkau.
Apa yang dilakukan warga sehingga harus memotong 7-8 pohon pisang untuk mendapatkan air, menunjukkan sejauh mana kekeringan telah memengaruhi kehidupan mereka.
Di sisi lain meminum air batang pisang merupakan kondisi darurat dari pengetahuan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi saat menghadapi kekurangan air.
Baca Juga: Di Tengah Tantangan Ekonomi Global, BRI Optimistis Ruang Pertumbuhan Kredit Masih Besar
Dari berbagai sumber terpercaya bahwa menebang batang pisang bisa didapatkan sekitar 3-4 liter air. Hal ini lenting untuk memahami sejauh mana masyarakat harus mencari sumber air dalam situasi kekeringan ini.
Walaupun secara umun air dari batang pisang tidak ideal, namun masyarakat di NTT terpaksa memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kemarau panjang yang berlangsung sejak Juni 2023 telah memberikan tantangan yang sangat serius bagi masyarakat di Desa Bura Bekor.
Ketergantungan pada air tadah hujan dalam situasi musim kering saat ini membuat pasokan air semakin sulit ditemukan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah dan organisasi kemanusiaan perlu segera merespons untuk memberikan dukungan dan solusi yang dibutuhkan oleh komunitas ini, termasuk pasokan air bersih yang aman dan berkelanjutan.
Kekeringan yang melanda Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, dan menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan air bersih adalah masalah serius. Situasi di mana warga terpaksa mengonsumsi air berkapur yang mereka beli menciptakan risiko kesehatan yang besar.
Hal ini menunjukkan sejauh mana masyarakat harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan air bersih selama periode kekeringan ini.
Data yang dilansir media terpercaya, bahwa saat ini terdapat 14 Kabupaten/Kota dengan status siaga darurat bencana kekeringan, termasuk Kabupaten Kupang, Ende, Alor, Belu, dan lainnya, ini menunjukkan sejauh mana kekeringan telah melanda berbagai wilayah di Nusa Tenggara Timur.
Terkait itu perlu adanya solidaritas nasional, di samping langkah konkrit dan cepat dari pemerintah guna mengatasi keadaan yang sangat serius akibat bencana kekeringan NTT.
Baca Juga: Zeng Wei Jian: Serangan Denny Siregar dan Enam Buzzer Lain ke Gibran dan Jokowi
Selain Pemerintah, partai politik (parpol) dan calon presiden (capres) juga memiliki tanggung jawab sosial dan moral untuk mendukung masyarakat di saat-saat sulit seperti keadaan NTT yang terkena dampak kekeringan.
Parpol dan capres harus mampu mengekspresikan keprihatinan dan empatiinya terhadap penderitaan masyarakat yang terdampak kekeringan, dan dilakukansecara tulus dan tanpa motif politik.
Parpol perlu melakukan langkah kemanusiaan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk pasokan air bersih, makanan, obat-obatan, dan keperluan sehari-hari lainnya.
Bantuan ini dapat disalurkan melalui yayasan atau lembaga kemanusiaan yang memiliki pengalaman dalam menangani bencana.
Baca Juga: Seafood Itu Sehat, Tetapi Harus Dipilah Antara yang Baik dan yang Berisiko
Parpol dan capres dapat mengadvokasi masalah kekeringan di NTT dan membangun kesadaran tentang pentingnya upaya penanganan bencana dan persiapan bencana di seluruh negeri.
Mereka dapat menggunakan platform mereka untuk menyampaikan pesan yang memotivasi dan membantu mengumpulkan bantuan.
Parpol dan capres dapat menyampaikan pesan persatuan dan kolaborasi, mengingat bahwa saat-saat krisis adalah saat yang tepat untuk mengesampingkan perbedaan politik dan bekerja bersama untuk kebaikan bersama.
Keadaan bencana adalah saat yang tepat untuk menunjukkan kepemimpinan yang berpusat pada kemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai solidaritas sosial. Dengan mengutamakan kepentingan masyarakat yang terdampak, parpol dan capres dapat membantu mengurangi penderitaan dan merestorasi kepercayaan masyarakat.
Oleh: Agusto Sulistio - Pegiat Sosmed.***