Yudi Latif: Visi Aktualisasi Pancasila
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 01 Juni 2023 20:06 WIB
Budaya gotong-royong dijadikan tambatan visi ke depan sebagai usaha mengatasi kompleksitas persoalan dalam suatu bangsa majemuk dengan aneka nilai dan konflik kepentingan.
Dalam pandangan Soekarno, “Gotong-royong adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari ‘kekeluargaan’....Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua.”
Semangat kekeluargaan yang bersifat statis, cenderung mengarahkan welas-asih (altruisme) pada sesama anggota keluarga atau golongan sendiri.
Sedang semangat gotong-royong yang bersifat dinamis, lebih memiliki kesanggupan untuk mengarahkan altruisme pada sesama warga sekalipun dari golongan yang berbeda.
Gotong-royong adalah level tertinggi dari proses adaptasi manusia dalam mengarungi tantangan seleksi alam kehidupan, dari makhluk individu dengan kecenderungan simpanse (yang bersifat selfish) menjadi makhluk sosial dengan kecenderungan lebah (yang bersifat groupish).
Semangat gotong-royong itu adalah semangat kooperatif, kolaboratif: senasib-sepenanggungan; berat sama dipikul, ringan sama dijinjing; bukan yang satu untung, yang lain buntung.
Ketuhanan menurut alam Pancasila hendaknya dikembangkan dengan jiwa gotong-royong (ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran); bukan ketuhanan yang saling menyerang dan mengucilkan.
Kemanusian universalnya harus berjiwa gotong-royong (yang berkeadilan dan berkeadaban); bukan pergaulan kemanusiaan yang menjajah dan eksploitatif.
Baca Juga: Prof Sumanto Al Qurtubi: Wahabi KW dan Wahabi Ori